TNews, JEPARA – Jepara Kembali diguncang isu kontroversial terkait hak pakai tanah negara di Kampung Perahu, Bandengan. Konflik ini bermula ketika Sumadi, Petinggi Bandengan, melaporkan salah satu warga ke Pj Bupati Jepara. Langkah ini diikuti dengan Surat Teguran dari Kepala Dinas PUPR Jepara kepada warga tersebut. Kasus ini kemudian memantik perdebatan di kalangan netizen dan masyarakat.
Menurut investigasi, akar masalah terletak pada pemberian hak pakai atas tanah negara kepada Tan Sieng In, seorang non-warga Desa Bandengan. Tanah tersebut sebelumnya dikelola oleh warga setempat, termasuk para pedagang Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM), untuk usaha di kawasan wisata. Sertifikat Hak Pakai Nomor 32 yang diterbitkan pada 2020 untuk Tan Sieng In menuai protes karena dianggap tidak adil.
Protes Warga:
“Tanah ini sudah kami gunakan bersama untuk usaha sejak lama. Namun tiba-tiba hak pakai diberikan kepada orang luar desa. Ini tidak hanya merugikan kami, tapi juga mencederai rasa keadilan,” ujar seorang warga Bandengan yang enggan disebutkan namanya.
Syahniar Susanti, pemilik Sunset Beach Hotel yang turut terdampak, menyebutkan bahwa Dinas Kelautan sebenarnya pernah menyatakan keberatan terhadap pengajuan hak pakai tersebut. Namun, sertifikat tetap diterbitkan.
Bantahan Petinggi Bandengan:
Saat dikonfirmasi, Sumadi mengaku tidak mengetahui detail pemilik tanah yang diajukan sebagai hak pakai. Ia juga membantah menerima gratifikasi dalam proses ini. “Saya hanya memberikan keterangan bahwa Tan Sieng In memang bukan warga Bandengan,” ujarnya.
Namun, pernyataan petinggi bandengan ini memunculkan pertanyaan: bagaimana mungkin persetujuan diberikan tanpa pemahaman mendalam mengenai status tanah?
Kritik LJM:
Ketua Lembaga Jepara Membangun (LJM), Yuli Suharyono, menyampaikan kritik tajam terhadap pemerintah dan pejabat terkait. Menurutnya, pemberian hak pakai ini mencerminkan lemahnya tata kelola dan koordinasi antarinstansi di Jepara.
“Pemerintah daerah seharusnya lebih serius dalam menerapkan aturan. Kasus ini adalah bentuk nyata penyalahgunaan wewenang yang merugikan masyarakat,” tegasnya.
LJM juga menuntut audit menyeluruh terhadap proses pengelolaan aset negara untuk mencegah terulangnya konflik serupa.
Implikasi dan Harapan:
Polemik ini tidak hanya menjadi ujian bagi integritas pejabat setempat, tetapi juga mencerminkan perlunya reformasi tata kelola pelayanan publik di Jepara. Warga berharap pemerintah segera menyelesaikan konflik ini secara transparan dan berpihak pada keadilan.
“Jepara membutuhkan pemerintah yang transparan dan benar-benar berpihak pada rakyat, bukan segelintir pihak,” pungkas Yuli Suharyono.*
Peliput : Petrus