TNews, JEPARA – Dugaan malpraktik dan pelanggaran etik medis yang menyeret nama RS Graha Husada Jepara kini makin menjadi sorotan publik. Setelah pemberitaan awal terkait penolakan penanganan pasien pasca operasi ginjal, wartawan totabuan.news kembali mendatangi rumah sakit tersebut pada 13 Mei untuk meminta klarifikasi langsung dari pihak manajemen dan Humas.
Namun, bukannya mendapat jawaban, media justru kembali dihadapkan pada tembok diam. Tidak satu pun perwakilan rumah sakit bersedia ditemui.
Humas yang dihubungi melalui pesan WhatsApp hanya menjawab singkat:
> “Maaf pak Petrus untuk hal ini, langsung koordinasi dengan Dinkes nggih. Maturnuwun.”
Sikap ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah wajar rumah sakit yang menjadi lokasi tindakan medis dan diduga lalai justru tidak mau memberi klarifikasi langsung kepada media?
Apakah melempar tanggung jawab ke Dinas Kesehatan adalah tindakan profesional?
Kronologi Singkat Kasus:
3 Mei 2025 malam: Pasien FMM (54) dioperasi di RS Graha Husada.
4 Mei 2025: Pasien alami komplikasi serius usai dipulangkan. Kembali ke RS namun ditolak dengan alasan jadwal kontrol BPJS belum waktunya.
Tidak ada tindakan medis darurat, tidak ada surat rujukan, pasien hanya diberi obat mual dan nyeri.
4 Mei 2025 siang: Pasien akhirnya dirawat di RSUD Kartini.
13 Mei 2025: Pasien dirujuk ke RS Mardi Rahayu Kudus.
Klarifikasi dari pihak RS Graha Husada ditolak, dan media diminta hubungi Dinkes.
Penjelasan Prosedural dan Analisis Hukum:
1. Rumah Sakit Wajib Menanggapi Klarifikasi Media.
Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, rumah sakit sebagai badan publik yang menyediakan layanan kepada masyarakat wajib memberikan penjelasan dan keterbukaan informasi atas peristiwa yang menimbulkan keresahan atau dugaan pelanggaran.
2. Lempar Tanggung Jawab ke Dinas Kesehatan: Tidak Sesuai Protap.
Humas rumah sakit adalah bagian dari sistem komunikasi publik internal yang wajib menanggapi media. Dalam standar akreditasi rumah sakit (Permenkes No. 34 Tahun 2022), pihak manajemen dan Humas tidak dibenarkan menghindar dari pertanyaan media, apalagi dalam kasus yang bersumber dari tindakan medis internal rumah sakit.
Dinas Kesehatan berfungsi sebagai pembina dan pengawas. Namun klarifikasi substansi atas tindakan medis dan pelayanan pasien tetap menjadi tanggung jawab rumah sakit.
Pertanyaan yang Masih Menggantung:
Mengapa pihak Humas dan manajemen RS Graha Husada tidak bersedia memberi klarifikasi langsung?
Apakah rumah sakit menyadari bahwa menghindar dari media memperkuat dugaan malpraktik dan pelanggaran etik?
Jika tidak ada kesalahan, mengapa tidak berani berbicara secara terbuka?
RS Graha Husada Jepara bukan hanya diduga melakukan penolakan pasien pascaoperasi, tetapi juga menunjukkan sikap tidak profesional dalam komunikasi publik.
Menghindar dari media bukan hanya mencoreng transparansi, tetapi juga bisa menjadi dasar kuat bagi laporan ke Komisi Etik Kedokteran, Dinas Kesehatan, hingga Ombudsman.
Totabuan.News menegaskan kembali bahwa klarifikasi dari pihak RS sangat dibutuhkan untuk menjernihkan kasus ini. Jika tetap bungkam, maka publik berhak curiga dan meminta pertanggungjawaban hukum.*
Peliput: Petrus